Setiap pada tanggal 9 bulan 1 Imlek ( Cia Gwe Cwe Kaw ) tepatnya tahun ini jatuh pada hari Selasa tanggal 31 Januari 2012, orang Tionghoa terutama orang Hok Kian, melakukan upacara sembahyang Jing Tian Gong ( 敬天公 Hok Kian = King Thi Kong ), yang berarti sembahyang kepada Tuhan YME.
Di kalangan orang Tionghoa di Indonesia, sembahyang ini dikenal dengan sebutan Sembahyang Tuhan / sembahyang Tebu yang dilakukan dengan penuh kekhidmatan. Upacara sembahyang ini termasuk salah satu rangkaian upacara pada pesta menyambut Tahun Baru Imlek ( Perayaan Musim Semi ) yang berlangsung selama 15 hari dari tanggal 1 s/d 15 bulan 1 penanggalan Imlek.
Di Propinsi Fu Jian ( Hok Kian ) dan Taiwan muncul istilah yang sangat populer, yaitu Chu Jiu Tian Gong Sheng ( 初九天公聖 ), yang berarti bahwa pada Cia Gwe Cwe Kaw ( Tanggal 9 bulan pertama Imlek ) adalah Hari Ulang Tahun Thi Kong.
Sehingga masyarakat di propinsi Hok Kian dan Taiwan mengadakan sembahyang khusus untuk menghormati Thi Kong ( Tuhan YME ). Upacara King Thi Kong ini juga telah menyebar di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Upacara King Thi Kong dapat diselenggarakan secara sederhana atau lengkap, yang terpenting adalah ketulusan dan kesuciannya, bukan kemewahannya. Biasanya yang menjalankan ritual King Thi Kong adalah orang yang sudah berpantang makanan berjiwa atau vegetarian sejak beberapa hari sebelumnya. Dalam ritual ini, segala perlengkapan harus khusus atau tidak pernah dipergunakan untuk keperluan lainnya, bersih lahir dan batin.
Pada tanggal 9 bulan pertama Imlek ini, upacara sembahyang King Thi Kong dilakukan mulai dari kalangan atas sampai orang-orang miskin sekalipun.
Seperti kita ketahui istilah Shang Di ( Tuhan YME ) di kalangan penganut agama Tionghoa ( Buddha, Taoisme dan Khong Hu Cu ) disebut Tian ( Thian ), yang kemudian secara lebih akrab disebut Tian Gong ( Hok Kian =Thi Kong ). Sembahyang kepada Thi Kong ini telah meluas sampai ke golongan masyarakat yang paling bawah, seperti petani, pedagang dan lain-lain.
Penduduk yang miskin cukup menempatkan sebuah Hiolo ( Pedupaan = tempat menancapkan dupa ) kecil yang digantungkan di depan pintu rumahnya dan menyalakan hio (dupa) dari pagi sampai tengah malam secara kontinue.
Bagi orang berada, acara sembahyang ini merupakan hal yang paling megah dan khidmat. Sebuah meja besar dengan empat kakinya diletakkan di atas 2 buah bangku panjang. Lalu di atas meja tersebut diatur 3 buah Shen Wei ( Tempat Dewa ) yang terbuat dari kertas warna-warni yang saling dilekatkan. Kemudian di depan Shen Wei dijajarkan 3 buah cawan kecil yang berisi teh dan 3 buah mangkuk yang berisi misoa yang diikat dengan kertas merah. Juga dengan meletakkan 2 batang tebu di sisi meja altar.
Setelah itu Wu Guo Liu Cai ( Hok Kian = Go Ko Lak Chai ) diatur di bagian depan. Wu Guo Liu Cai berarti 5 macam buah-buahan dan 6 macam masakan vegetarian, ini menjadi dasar utama dalam penataan barang sajian upacara sembahyang orang Tionghoa. Di bagian paling depan ( sebelah kiri dan kanan ) dipasang lilin 1 pasang ( 2 batang ).
Sehari sebelum upacara sembahyang ( Cia Gwe Cwe Pe = Tanggal 8 bulan 1 Imlek) yang tahun ini jatuh pada tanggal 30 Januari 2012 dimulai, seluruh penghuni rumah harus melakukan mandi keramas dan ganti baju.
Sembahyang dilakukan tepat pukul 12 tengah malam ( Yang berarti sudah masuk Cia Gwe Cwe Kaw ) yang dimulai dengan yang tertua / Ayah dalam suatu keluarga akan membakar lilin besar di depan altar dan kemudian mengambil 3 batang gaharu terbakar dan melakukan sebuah ritual kuno berdoa kepada Tian Gong ( Hok Kian =Thi Kong ) Sang Penguasa untuk nasib baik dan keberuntungan.
Setelah yang tertua dari keluarga melakukan doa, biasanya ibu dan kemudian anak-anak melakukan ritual yang sama. Setelah berdoa di altar meja besar di luar rumah, biasanya doa untuk altar rumah kecil di luar dan dalam rumah akan dilakukan juga.
Semua melakukan San Gui Jiu Kou ( Sam Kwi Kiu Kho ) yaitu 3 X berlutut dan 9 X menyentuhkan kepala ke tanah. Setelah selesai baru kemudian kertas emas yang dibuat khusus lalu dibakar bersama dengan Shen Wei yang terbuat dari kertas warna-warni. Ini melambangkan membakar uang. Kemudian dinyalakan petasan untuk mengantar kepergian para malaikat pengiring. Upacara sembahyang King Thi Kong ini di kalangan Hoa Qiao Indonesia dikenal dengan sebutan Sembahyang Tuhan.
Ritual di Indonesia, umumnya dilaksanakan dengan mendirikan meja tinggi didepan pintu menghadap langit, bersembahyang mengucap syukur kepada Yang Kuasa, berjanji untuk hidup lebih baik terhadap sesama dan memenuh kewajiban sebagai mahluk ciptaanNya.
Ritual di Indonesia, umumnya dilaksanakan dengan mendirikan meja tinggi didepan pintu menghadap langit, bersembahyang mengucap syukur kepada Yang Kuasa, berjanji untuk hidup lebih baik terhadap sesama dan memenuh kewajiban sebagai mahluk ciptaanNya. Tanggal 9 bulan 1 imlek juga bermakna bahwa angka 1 berarti Esa dan angka 9 adalah yang tertinggi.
Saat ini tradisi sembahyang tebu ini tidak lagi hanya dilakukan oleh masyarakat suku Hokkian, tetapi juga sudah dilakukan oleh seluruh masyarakat tionghoa. Sebab tradisi ini sangat baik untuk beribadah kepada Tuhan dan tentunya tidak merugikan bagi suku yang lain untuk mengikutinya.
Asal Mula Sembahyang Tebu / King Thi Kong
Sebuah sumber mengatakan bahwa beribu tahun sebelum Masehi, masyarakat tionghoa sudah mengenal adanya Tuhan. Kaisar Kuning (Oey Tee / Huang Ti) pada tahun 4697S M mengajarkan kepada rakyatnya nilai - nilai budaya yang tinggi, diantaranya adalah bersembahyang kepada Tuhan, menghormati Roh Suci dan memuliakan para leluhur. Masyarakat kuno yang sederhana dengan taat menjalankannya. Ritual ini disempurnakan oleh Pangeran Zhougong dan para nabi berikutnya.
Pada masa awal Dinasti Qing ( 1644 - 1911 ) seperti diketahui bahwa Hok Kian merupakan basis terakhir perlawanan sisa-sisa pasukan yang masih setia kepada Dinasti Ming ( 1368 – 1644 ). Pada waktu pasukan Qing ( Man Zhu ) memasuki Hok Kian, mereka berhadapan dengan perlawanan gigih dari rakyat setempat dan sisa-sisa pasukan Ming. Setelah perlawanan ditaklukkan dengan penuh kekejaman, akhirnya seluruh propinsi Hok Kian dapat dikuasai oleh pihak Qing.
Selama terjadinya peperangan dan kekacauan ini, banyak rakyat yang bersembunyi di dalam perkebunan tebu yang banyak tumbuh di sana. Di dalam rumpun tebu itulah mereka melewati malam dan hari Tahun Baru Imlek. Setelah keadaan aman, pada Cia Gwe Cwe Kaw ( Tanggal 9 bulan 1 Imlek ) pagi mereka berbondong-bondong keluar dan kembali ke rumah masing-masing.
Untuk menyatakan rasa syukur karena terhindar dari bencana kematian akibat perang, mereka lalu mengadakan upacara sembahyang King Thi Kong pada tanggal 9 bulan 1 Imlek ini sebagai ucapan rasa terima kasih kepada Thi Kong atas lindunganNya. Oleh karena ini, maka sebagian besar orang Hok Kian mengatakan bahwa Cia Gwe Cwe Kaw adalah Tahun Baru-nya orang Hok Kian, sedikitpun tidak salah.
Altar Langit (Tian Tan)
Sembahyang ini dilakukan di tempat terbuka dan harus beratapkan langit, kalaupun dilakukan di Vihara juga harus dilakukan di luar ruangan. Altar sembahyang ini sejak jaman dahulu telah ada dan terletak di timur laut kota Beijing, yang membujur dari utara ke selatan dan merupakan tempat kaisar - kaisar dari Dinasti Ming (1389 - 1644) dan Qing (1644 - 1912) melakukan ritual King Thi Kong. Altar tersebut didirikan pada tahun 1420 diatas tanah seluas 273 hektar.
Kompleks Altar Langit dikelilingi taman luas, berbentuk lingkaran bersusun tiga seperti kue tart sehingga dinamakan juga Altar Bukit Bundar, tidak beratap dan tiap lingkaran dihubungkan dengan tangga yang batuannya terdiri dari 9 tangga.
Semuanya terbuat dari batu granit putih dan diempat penjuru terdapat tiga gerbang yang indah. Orang - orang menyebutnya Kuil Surgawi, terbuat dari batu granit putih dengan genting berlapis warna biru, biru langit dan putih awan seperti warna - warna yang ada di langit.
Kaisar bersembahyang ditempat tersebut diiringi oleh sekitar 3000 peserta upacara, membawa semua atribut kerajaan dengan naik tandu diiringi kereta kuda, gajah dan sebagainya dalam formasi yang harmonis, berangkat dari Istana Terlarang (Forbidden Palace). Tepat ditengah malam ritual dimulai hanya dengan diterangi cahaya obor, bulan dan bintang. Doa - doa dilantunkan hingga menjelang fajar.
Altar Langit atau Tian Tan biarpun sudah berusia berabad - abad, hingga sekarang masih terawat dengan sangat baik. Jika anda berkesempatan mengunjungi Beijing, jangan lupa untuk menikmati keindahan dan keagungannya.
Selain upacara King Thi Kong, pada tanggal 9 bulan 1 Imlek ini bertepatan pula dengan Hari Kelahiran Maha Dewa Yu Huang Shang Di ( Hok Kian = Giok Hong Siong Tee = Maha Dewa Kumala Raja ), yaitu Dewata Tertinggi yang melaksanakan pemerintahan alam semesta dan dibantu oleh para dewata lain.
Karena dua hal yang bertepatan inilah maka orang Tionghoa menganggap Giok Hong Siong Tee sebagai penitisan dari Tian ( Tuhan YME ). Cap It Gwe Cwe Lak ( tanggal 6 bulan 11 Imlek ) adalah Hari Giok Hong Siong Tee mencapai kesempurnaan.
Dari cerita di atas, jelaslah bahwa orang Tionghoa percaya kepada Tuhan YME ( God the Almighty ) yang disebutkan sebagai Tian ( Thien ) atau Tian Gong ( Thi Kong ), hanya saja konsepsinya berbeda dengan agama lain.
Bagi umat Tionghoa, Tuhan memiliki pembantu-pembantu yang terdiri dari berbagai dewa yang mempunyai jabatan, bidang tugas dan wilayah tertentu juga berkewajiban melakukan pengawasan terhadap perbuatan manusia dalam lingkungan kekuasaan dan wilayah masing-masing. Sama seperti pemerintahan di dunia, dimana dalam sebuah negara pemimpin tertingginya adalah seorang Presiden dengan dibantu oleh para menteri-menterinya : Menteri Ekonomi, Menteri Keamanan, Menteri Sosial, Menteri Pendidikan, dan lain-lain.
Jadi jika ada orang Tionghoa yang bersembahyang di kelenteng, ini BUKAN karena mereka percaya TAHAYUL, melainkan karena mereka hendak menghadap kepada salah satu di antara sekian banyak pembantu Tuhan ( yaitu : dewa / i ) di dunia ini untuk keperluan tertentu ( misalnya : pekerjaan, bisnis, karir, jodoh, dan sebagainya ), atau sekedar mencurahkan isi hatinya.source : kisahmotivasihidup.blogspot.com
repost by : tersedunia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar