Jumat, 17 Juni 2011

Beranda » JAGUNG DAN PERANNYA SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN TERNAK UNGGAS (Bag.1)

JAGUNG DAN PERANNYA SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN TERNAK UNGGAS (Bag.1)

Sekitar 70-80 persen pakan ternak yang diproduksi di Indonesia dikonsumsi oleh unggas. Sedangkan sisanya diserap oleh peternakan babi, sapi, dan ikan.  Adapun persentase sebaran pemasaran industri pakan ternak di Indonesia menurut Dirjen Peternakan adalah sbb :
 
    
Jagung (corn) merupakan bahan baku sumber energi yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku pakan ternak khususnya unggas karena kontribusi sumber energinya yang mudah dicerna, palatable dan tidak ada anti nutrisinya.
Mengapa jagung sangat penting? 
Sudah menjadi pengetahuan umum di dunia peternakan unggas, bahwa jagung digunakan dengan porsi paling banyak dalam pakan unggas, yaitu 40 – 50%, dedak padi 5 – 20 %, bungkil kedelai 10 – 25 %, dan sisanya bahan-bahan lain dengan porsi yang sangat sedikit. Oleh sebab itu, jagung disebut sebagai bahan baku utama.  Sentra penghasil jagung di Indonesia antara lain Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Gorontalo, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, DIY, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan.
Sampai saat ini pasokan jagung untuk bahan baku industri pakan ternak Indonesia masih minim. Akibatnya Indonesia masih harus mengimpor dari Amerika Serikat (AS), Brazil, dan Argentina.  Impor jagung tahun 2009 jumlahnya 400 ribu ton dan tahun 2010 jumlahnya sebanyak 1,5 juta ton. Dari 10,3 juta ton konsumsi pakan ternak di tahun 2010, sebanyak 50% bahan bakunya adalah jagung. 
Masih tingginya impor jagung karena pasokan untuk kebutuhan pakan ternak dan produksi belum sinergi, antara waktu produksi jagung dan kebutuhan industri. Hal ini karena sistem manajemen stok jagung di dalam negeri belum tertata dengan baik, dengan kata lain, pengelolaan pasca panen jagung belum dikelola memadai.

Berikut klasifikasi ilmiah jagung:
Kerajaan       :  Plantae
Divisio          :  Angiospermae
Kelas          :  Monocotyledon
Ordo          :  Poales
Famila          :  Poaceae/Gramineae
Genus         :  Zea
Spesies       :  Zea mays
Ada enam varietas jagung berdasarkan karakteristik bijinya (kernel).  Dent corn, Flint corn, Flour corn, Sweet corn, Pod corn dan Indian corn.  Dent corn adalah jenis jagung yang banyak ditanam di US farm dan biasanya banyak dipakai sebagai bahan baku pakan ternak. 
Definisi Jagung sebagai bahan baku pakan berdasarkan SNI 01-4483-1998 adalah hasil tanaman jagung (Zea mays L) berupa biji kering yang sudah dipisahkan dari tongkolnya dan dibersihkan.  Berdasarkan warna, biji jagung terdiri dari jagung kuning dan jagung putih. Jagung kuning mengandung pigment warna kuning (xantophyll), sedangkan jagung putih tidak.  Xantphyll ini sangat berguna untuk pigmentasi karkas, kaki ayam (shank colour) dan kuning telur (egg yolk).
      
Standar mutu jagung bahan baku pakan meliputi kandungan nutrisi dan kandungan bahan berbahaya/ racun serta kemurnian.  
Persyaratan standar mutu jagung bahan baku pakan yang harus dipenuhi berdasar SNI 01-4483-1998 adalah sbb :
  
Sementara itu, dari setiap biji jagung (kernel) memiliki beberapa komponen sbb :
 
     
 
Komposisi Analisis Proksimat Bagian Biji Jagung (%)
NutrisiPericarpEndospermGerm
Protein3.708.0018.40
Ether extract1.000.8033.20
Crude fiber86.702.708.80
Ash0.800.3010.50
Starch7.3087.608.30
Sugar0.340.6210.80
Sumber : Watson (1987) dalam Maize in Human Nutrition (FAO Corporate Document Repository,1992)
Pericarp (seedcoat) mengandung 86.70 % serat kasar/crude fiber terdiri dari hemiselulosa (67 %), selulose (23 %) dan lignin (0.1 %).    Kandungan karbohidrat dan protein dalam biji jagung tergantung dari bagian endosperm, kandungan lemak, protein juga mineral pada bagian germnya. 
Nilai energi dari jagung yang tinggi banyak disumbangkan dari kandungan pati (starch) yang ada di bagian endospermnya. Nilai energi jagung akan menurun apabila jagung sudah terkontaminasi jamur karena karbohidrat (pati) di dalamnya digunakan jamur sebagai substrat untuk menghasilkan metabolit sekunder berupa mikotoksin.
Untuk komposisi pakan unggas, kandungan Energi metabolis (ME) jagung yang baik kualitasnya : 3200 – 3300 kkal, Protein : 8.5 – 9 %, Xanthophyl : 20 ppm .  
    Selain memberikan kontribusi sebagai sumber energi (sumber karbohidrat), jagung juga mengandung protein, vitamin B dan mineral. Protein tersusun dari beberapa asam amino dan jagung defisien akan asam amino lysine dan tryptophan.  Konsentrasi protein paling banyak terdapat di bagian germ, tetapi kualitasnya paling bagus di bagian endosperm. Kandungan asam amino leucine dan isoleucine dalam germ rendah.  Bagian germ juga mengandung oil, sugar, vitamin dan mineral.    
Jagung merupakan sumber vitamin B dan B12.  Jagung kuning merupakan sumber vitamin A dan bagian germnya kaya akan vitamin E. 
Minyak jagung juga mengandung polyunsaturated fatty acid dan antioksidan dalam jumlah banyak.
    Bagian lain dari jagung seperti hijauan tongkol jagung, kulit jagung dan pohon jagung dapat digunakan sebagai pakan ternak.  Kandungan nutrisi bagian lain dari jagung sebagai berikut :
  
Faktor penghambat 
Sebagai sumber energi, biji jagung berpotensi terkena jamur diantaranya karena proses penanganan pasca panen yang tidak tepat (pengeringan yang tidak sempurna, penyimpanan yang tidak baik), maupun saat panen (waktu panen yang tidak tepat, sehingga jagung yang dipanen adalah jagung muda yang mudah pecah saat dikeringkan, sehingga berpotensi terkontaminasi hama saat proses penyimpanan).
     
Mikotoksin adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada toksin yang dihasilkan oleh jamur.  Jagung dapat terkontaminasi mikotoksin seperti aflatoksin, zearalenon, deoksinivalenol (DON), fumonisin.
Sebagian besar aflatoksin dihasilkan oleh Aspergillus flavus, A. parasiticus Keduanya hidup optimal pada suhu 36-38 C dan menghasilkan toksin secara maksimum pada suhu 25-27 C. Aflatoksin biasanya dipicu oleh humiditas/kelembaban sebesar 85%. 
Untuk menghindari kontaminasi aflatoksin, biji-bijian harus disimpan dalam kondisi kering (Kadar air jagung max 15 %) ,bersih, bebas dari kerusakan, dan bebas hama.  Di beberapa pabrik pakan ternak (feedmill) jagung sebelum diterima harus diperiksa dahulu kadar air dan kualitas fisik seperti biji rusak, biji jamur, biji pecah, biji putih, biji mati, hama, kotoran dan benda asing/admixturenya.  Kadar air yang diterima dibawah 25 % (kadar air dipakai sebagai dasar harga beli jagung) untuk selanjutnya harus dikeringkan dulu (drying) sampai mencapai kadar air 13-14 % sebelum disimpan di dalam silo.  Selama disimpan dalam silo, kondisi jagung juga harus dimonitor dengan melakukan pengamatan suhu dan kelembaban di dalam silo, pengambilan sampel jagung dilakukan sebelum ditransfer ke unit produksi, dan penggunaannya untuk unit produksi berdasarkan FIFO (First In First Out).  Pemeriksaan jagung sebelum ditransfer ke unit produksi meliputi kandungan kadar airnya dan parameter fisik.  Hal ini dilakukan untuk mencegah/meminimalisir kualitas jagung yang tidak diharapkan terproses menjadi pakan di unit produksi. Mengingat jagung dipakai 40 – 50 % dalam pakan unggas (complete feed) sangat fatal akibatnya apabila penanganan bahan baku jagung tidak dilakukan dengan optimal.
Aflatoksin dapat menyebabkan performance ternak unggas menurun, ditandai dengan produksi telur, berat telur, dan bobot tubuh yang menurun (sehingga FCR/ efisiensi pakannya membengkak). Mikotoksin bersifat racun juga menyebabkan sistem immune/ kekebalan ternak terganggu dan menurunkan nafsu makan. Akumulasi mikotoksin yang berlebih dapat menyebabkan penyakit mikotoksikosis atau penyakit sekunder lainnya.
Zearalenone adalah senyawa estrogenik yang dihasilkan oleh Fusarium seperti F. graminearum dan F. culmorum dan banyak mengkontaminasi jagung, namun juga dapat ditemukan pada serelia dan produk tumbuhan. Senyawa toksin ini stabil pada proses penggilingan, penyimpanan, dan pemasakan karena tahan terhadap degradasi akibat suhu tinggi.
Fumonisin dihasilkan Fusarium verticilloides dan F. proliferatum yang sering mengontaminasi jagung. Namun, selain kedua spesies tersebut masih banyak jamur yang dapat menghasilkan fumonisin. Toksin jenis ini stabil dan tahan pada berbagai proses pengolahan jagung sehingga dapat menyebabkan penyebaran toksin pada dedak, dan tepung jagung. Konsentrasi fumonisin dapat menurun dalam proses pembuatan pati jagung dengan penggilingan basah (wet milling) karena senyawa ini bersifat larut air.
Oleh : Tita Mahargya Rosandari, SPt, MM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.