Dia bernama Majdu Ad-Din Abu Al Barakat Abdu As- Salam bin Abdullah bin Al Khadhir Al Harrani bin Taimiyah. Dia adalah seorang imam, ahli fikih dan merupakan syaikh madzhab Hanbali.
Dia lahir pada tahun 509 H.
Dia adalah sosok yang cakap, jenius dan luas pemahamannya. Dia menulis banyak buku dan sastra, menguasai ilmu Qira’ah Sab’ah serta referensi bagi para ulama fikih.
Aku mendengar syaikh Taqiyuddin Abu Al Abbas berkata, “Syaikh Jamaluddin bin Malik berkata, Allah SWT memudahkan ilmu fikih bagi syaikh Majd ini sebagaimana Dia melunakkan besi bagi Nabi Daud AS. Syaikh melanjutkan, kakekku adalah sosok yang memiliki kecerdasan yang luar biasa.”
Al Burhaan Al Maraghi menceritakan bahwa dia pernah bertemu dengan syaikh Al Majd. Kemudian, dia menanyakan satu masalah. syaikh menjawab, “Masalah itu dapat dijawab melalui 60 sudut pandang. Yang pertama begini, yang kedua begini dan begitu seterusnya sehingga sampai yang keenam puluh. Lalu dia berkata, aku memberimu kebebasan untuk berdiskusi atas jawaban-jawabanku tadi.” Maka Al Burhan pun akhirnya tertunduk dan menghormati syaikh.
Syaikh Taqiyuddin berkata, “Aku bangga dengan kakekku, dia mampu mengahafal teks-teks buku dan beberapa madzhab yang ada pada saat itu. Dia juga mampu menjabarkan semua itu tanpa mengalami kesulitan sedikitpun.”
Imam Abdullah bin Taimiyah menceritakan bahwa kakeknya tumbuh dalam keadaan yatim. Kemudian, dia pergi menyertai anak pamannya ke Irak. Saat itu, dia berumur 13 tahun dia menginap dan mendengar anak pamannya itu mengulang-ulang banyak masalah tentang perbedaan madzhab. kemudian, dia menghafal semua yang didengarnya itu. Suatu hari Al Fakhr Isma’il berkata, “Apa yang dimiliki oleh anak kecil sesperti ini?” Maka Al Majd kecil pun bergegas dan berkata “Syaikh, aku sudah hafal pelajaran ini.” Kemudian, dia mulai memperdengarkannya. Syaikh sendiri akhirnya tertunduk dan mengakui kecerdasannya. Dia berkata, “Sungguh anak kecil ini kelak menjadi pembaharu Islam.”
Dia tinggal di Baghdad selama 6 tahun hanya untuk menuntut illmu. Kemudian, dia kembali lagi ke kampungnya. Setelah itu, Dia berangkat yang kedua kalinya ke Baghdad. Hal ini dilakukan sebelum tahun 620 H. Di kota ini dia menghabiskan waktunya untuk menambah ilmu dan menulis beberapa kitab. Pekerjaan ini dia lakukan atas dorongan takwa, mengikuti sunnah dan keagungan ilmu.
Dia meninggal dunia di Harraan pada tahun 652 H.
source : cara-global.blogspot.comrepost by : tersedunia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar