Ia adalah Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al Maqdisi Al Jamma’ili Ad-Dimasyqi Ash-Shalihi Al Hanbali, seorang syaikh, imam yang menjadi panutan, seorang ulama dan mujtahid, juga seorang syaikh Islam pembina umat, ia adalah penulis kitab Al Mughni.
Dia dilahirkan di Jamma’il -suatu daerah di Nablus- pada tahun 541 H.
Ibnu Qudamah berhijrah bersama sanak famili dan keluarganya, pada usianya menginjak 10 tahun, ia telah hafal Al Qur‘an, ia pun seorang yang giat bekerja semenjak kecilnya, ia mempunyai tulisan yang sangat indah, dan ia juga merupakan ’lautan’ ilmu, serta ulama yang paling cerdas pada zamannya.
Ia adalah seorang ulama Syam, ia membaca Al Qur‘an dengan qira‘at (bacaan) Nafi’ dan Abu Amru.
Ibnu An-Najjar berkata, “Ibnu Qudamah adalah seorang imam di masjid Damaskus yang bermadzhab Hanbali, ia selalu istiqamah memegang ajaran salaf, wajahnya selalu bercahaya dan penuh kharisma, ia mengesankan bagi siapa saja yang melihatnya, padahal ia belum mengeluarkan sepatah kata pun.”
Adh-Dhiya‘ berkata, “Ibnu Qudamah adalah seorang ulama tafsir, hadits dan segala permasalahannya, juga seorang ahli fikih, bahkan satu-satunya pakar fikih pada masanya, seorang ulama dalam ilmu berdebat, satu-satunya pakar faraidh di masanya, seorang ulama ushul fikih, nahwu, hisab, dan perbintangan.
Adh-Dhiya melanjutkan perkataannya, “Ibnu Qudamah tidak mendebat seseorang melainkan sambil tersenyum kepadanya.”
Aku katakan, “Yang kita ketahui adalah Ibnu Qudamah tidak mendebat seseorang kecuali dengan rukun dan damai.”
Ibnu Qudamah berdiam sejenak setelah shalat Jum’at untuk mengadakan diskusi, para ahli fikih pun berkumpul dalam diskusi yang diadakannya. Majelis ta’lim yang diadakannya terkadang dari sebelum Zhuhur sampai setelah Zhuhur lewat sedikit, dilanjutkan dari ba’da Zhuhur sampai Maghrib, para jama’ahnya tidak merasa bosan sedikitpun, mereka dengan setia mendengarkan penjelasan dan pelajaran Ibnu Qudamah, terkadang ia menyampaikan pelajaran nahwu, ia melihat dengan penuh kecintaan kepada hampir seluruh jama’ah yang menghadiri majelisnya, sampai Adh-Dhiya berkata. ‘Aku melihat Ibnu Qudamah tidak pernah menyakiti hati para jama’ahnya sedikitpun, ia memiliki hamba sahaya perempuan yang sering menyakitinya karena akhlaknya, tetapi ia tidak memarahinya, anak-anaknya pun saling bertengkar satu sama lain, dan ia pun membiarkan mereka.
Aku mendengar Al Baha menyifatinya dengan seorang yang pemberani, Al Baha berkata, ‘Ibnu Qudamah menghadapi musuh sendirian, tangannya terkena sayatan pedang, tetapi ia masih memanah musuhnya dengan tangannya yang terluka.’
Adh-Dhiya berkata, “Ibnu Qudamah jika sudah shalat selalu melaksanakannya dengan kekhusyuan, ia selalu melaksanakan shalat sunah fajar dan Isya`ain (Maghrib dan Isya) di dalam rumahnya, ia shalat antara maghrib dan Isya empat raka’at shalat sunah dengan membaca surah As-Sajadah, Yasin, Ad-Dukhan, dan surah Tabarak, Ibnu Qudamah hampir tidak pernah membiarkan waktu luang antara Maghrib dan Isya, ketika shalat ia mengeraskan bacaannya, memang ia memiliki suara yang merdu.”
Aku mendengar Al Hafizh Al Yunini berkata, “Ketika aku mendengar pendapat pengikut Hanbali tentang Tasybih,218 maka aku berniat menanyakan permasalahan tersebut kepada Ibnu Qudamah, sampai beberapa bulan lamanya barulah tercapai keinginanku untuk bertanya kepada Ibnu Qudamah, ketika aku sedang mendaki gunung bersamanya dan singgah di rumah milik Ibnu Muharib, Ibnu Qudamah menjawab pertanyaanku seraya berkata, ‘At-Tasybih itu mustahil,’ aku bertanya lagi kepadanya, ‘Alasan Anda?’ ia pun menjawab, ‘Karena salah satu syarat dari Tasybih adalah kita harus melihat suatu objek yang kita serupakan tersebut, barulah kita dapat menyerupakannya dengan yang lain. Siapakah yang pernah melihat Allah SWT kemudian menyerupakannya kepada kita’?”
Adh-Dhiya‘ banyak menyebutkan kisah dan hikayat tentang karomah Ibnu Qudamah.
Abu Syamah berkata, “Ibnu Qudamah adalah seorang imam dan ulama dalam ilmu dan amal, ia banyak menulis buku, tetapi pendapatnya dalam akidah hanya terbatas melalui metode madzhabnya saja.”
Aku katakan, “Abu Syamah dan orang-orang sepertinya takjub dan kagum dengan kelimuan Ibnu Qudamah, demikianlah satu golongan takjub dengan golongan yang lain, hal tersebut bukanlah sesuatu yang mengherankan, maka marilah kita doakan agar setiap orang yang mengerahkan kemampuannya dalam mencari sesuatu yang haq agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT.
Ibnu Qudamah wafat pada tahun 620 Hijriyyah.
sumber: An-Nubala
repost by : tersedunia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar