Dari mana datangnya lintah? Dari sawah turun ke kali... Dari mana datangnya cinta. Dari mata turun ke hati. Anda tentu ingat sepenggal bait pada sebuah lagu lawas yang beraroma cinta, bukan? Tapi, bukan soal lagu tersebut yang akan kita bahas, melainkan tentang lintah itu sendiri. Orang sering menyamakan lintah dengan pacet. Padahal, meskipun mirip keduanya punya banyak perbedaan. Pacet banyak ditemui di pegunungan, hutan dan tempat-tempat lain yang notabene berhawa lembab. Sedangkan lintah banyak di jumpai di areal persawahan. Selain itu, meski sama-sama bertahan hidup dengan mengisap darah binatang lain atau manusia, pacet tidak berfungsi menyembuhkan. Sebaliknya, lintah bukan hanya penyembuh, melainkan juga dapat digunakan sebagai sarana kecantikan.
Karena kegunaannya itulah, entah sejak kapan binatang bertubuh empuk dan berlendir ini diternakkan. Sementara, untuk menternakkannya sendiri ada dua hal yang melatarbelakanginya. Pertama, kalangan medis, terutama dari mancanegara, meyakini bahwa lintah yang diternakkan Lintahlebih terjamin kesehatannya (baca: kebersihannya, red.). Salah satu alasannya, karena minimal sebulan sekali air di kolam penampungannya diganti. Kedua, sejak domisili asli lintah yaitu sawah dimoderenisasikan, maka hewan ini pun menghilang.
Untuk membudidayakan satwa penyembuh (hirudo medicinalis) ini, boleh dibilang gampang-gampang susah. Dikatakan gampang, sebab karnivora, bahkan beberapa di antaranya merupakan predator, ini cukup diberi makan belut dan berbagai jenis invertebrata (binatang tidak bertulang belakang, red.) lain, seperti cacing, siput, dan larva serangga. Binatang-binatang ini di habitat aslinya merupakan makanan utama lintah.
“Dengan belut sebanyak 1 kg yang diberikan satu bulan sekali, lintah-lintah ini akan bertahan hidup hingga tujuh bulan ke depan. Tapi, peternak lintah biasanya akan memberi mereka makan 2−4 minggu sekali, sebanyak 2−3 kg belut. Karena, misi kami bukan sekadar agar binatang itu bertahan hidup, melainkan juga supaya cepat besar dan panjang. Sehingga, semakin cepat pula dipanen. Meski, lintah sebenarnya baru layak jual atau mampu menjalankan fungsinya, ketika berumur minimal enam bulan atau berukuran 6−8 cm,” jelas Salim, peternak lintah di kawasan Sawangan, Depok. (*/Majalah Pengusaha)
Sumber: http://www.ciputraentrepreneurship.com
www.jendelahewan.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar